Imam Abu Hanifah pernah dilarang oleh pemimpin saat itu dari fatwa. Suatu ketika saat beliau di rumah bersama istri, putranya bernama Hammad dan putri beliau.
Putrinya mengajukan pertanyaan; Ayah, saya sedang puasa, keluar darah diantara gigiku, lalu aku ludahkan hingga liurnya kembali putih dan tidak berdarah. Apakah batal puasaku karena aku menelan ludah?
Abu Hanifah menjawab; Tanyalah kepada saudaramu Hammad, karena pemimpin telah melarangku berfatwa!
Ibnu Khollikan berkomentar; Kisah ini termasuk keutamaan Abu Hanifah yg berkomitmen untuk taat kpd pemimpin, krn mentaatinya adalah kewajiban, bahkan beliau mentaatinya saat di rumahnya sendiri, sungguh ini ketaatan yg luar biasa dari beliau. (Wafayatul A’yan 4/180)
Ini menunjukkan begitu dalamnya keilmuan imam Abu Hanifah dan tajamnya pemahaman beliau terhadap syariat dan kemaslahatan.
Ini tidak termasuk menyembunyikan ilmu krn beliau mengalihkan kpd putranya yg akan menjawab pertanyaan tersebut. Beliau hanya mengamalkan kewajiban taat kepada pemimpin dan tidak ingin melanggarnya walaupun di rumahnya sendiri bkn di forum umum.
Demikian juga Imam Ahmad bin Hanbal, beliau pernah dilarang oleh Al Mu’tashim untuk menyampaikan hadits dan agar menetap di rumahnya saja, beliaupun bersabar dan tidak menyampaikan hadits krn khawatir fitnah hingga selesai masa pemerintahan Al Watsiq. (Al Bidayah wa Nihayah 14/411-412 kry Ibnu Katsir).
Hingga akhirnya berkat kesabaran beliau, Allah angkat cobaan tersebut, para imam-imam masjid di zaman Al Muatawakkil meramaikan masjid2 dengan membacakan kitab hadits dan aqidah untuk para penuntut ilmu dan masyarakat umum sehingga bermanfaat bagi umat dan negara karena sebab kesabaran para ulama. Kemenangan itu kuncinya adalah dg kesabaran.
✍️ Abu Ubaidah As Sidawi
? Sumber; Haibah Waliyyil Amri hlm. 264-265 kry Dr. Daghots Al Ajmi.
Join channel kami di:
?telegram: telegram.me/masjidalmuslimun
?website: www.masjidalmuslimun.org
?YouTube: youtube.com/masjidalmuslimun