Ilmu agama akan menghidupkan hati-hati kaum muslimin yang dengan hidupnya hati akan memperbaiki kondisi mereka.
Karena hati adalah tolok ukur kebaikan jasad manusia. Hati yang baik akan mendatangakan kebaikan amalan, demikian pula sebaliknya. Sebagaimana yang Allah -Subhanahu Wa Ta’ala- berfirman
أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan apakah orang yang tadinya mati kemudian Kami hidupkan dia dan Kami berikan kepadanya cahaya, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” [QS. al-An’am: 122]
Ayat ini ditafsirkan oleh Syeikh Abdurrahman Nashir As Sa’di rahimahullah dengan berkata:
“Apakah orang yang sebelumnya tidak diberi hidayah Allah, (seakan) mati dalam kegelapan kekufuran, kebodohan, dan maksiat lalu Kami (Allah) hidupkan orang itu dengan cahaya ilmu, keimanan, dan ketaatan kemudian ia menjadi orang yang berjalan di tengah manusia dalam cahaya yang menerangi urusan-urusannya, dalam keadaan diberi petunjuk di atas jalannya. Mengenal dan mengutamakan kebaikan, bersungguh-sungguh mempraktekannya pada dirinya dan orang lain. Mengenal keburukan dan benci dengan keburukan tersebut. Dia tinggalkan dan ia semangat dalam menghilangkan keburukan itu dari dirinya dan orang lain. Apakah orang seperti ini sama dengan orang yang berada dalam kegelapan ? Gelapnya kebodohan, melampaui batas, kekufuran, dan gelapnya maksiat” [Taisirul Karimir Rahman: 272]
✍ Abu Ubaidillah Al Atsary