Alhamdulillah. Kemarin kami dinasehati oleh Syaikh Ibrahim ar-Ruhaily -hafizhahullah- agar tidak ‘berhenti’ menasehati dan berdakwah. Jika ada pikiran ‘kamu tidak ikhlash’ atau lainnya yang mencegah tuturan nasehat (lisan/tulisan), maka segera lawan. Dan usahakan amalkan.
Juga, ustadz Firanda Andirja dalam suatu kajian pun pernah ana simak faedah, “Jika antum terpikirkan ingin berbuat kebaikan, maka segera lakukan. Karena saat itu, Allah sedang memberi antum hidayah. Jangan lepaskan hidayah tersebut.” Hal ini pernah kami mintakan di keumuman para pembaca sekalian, untuk dijadikan poster; karena pentingnya makna kalimat itu.
Adapun jika ada contoh hamba Allah yang rajin menasehati namun masih punya dosa dan maksiat, tidak sama sekali bisa menjadi dalil atau dalih untuk kita agar menjarangkan memberi faedah dan kebaikan. Terlebih ilmu. Melainkan sabda Nabi:
احرص على ما ينفعك
Kita diperintahkan berhasrat terhadap hal yang bermanfaat. Di antaranya: memberikan dzikra dan peringatan bermanfaat.
Firman Allah:
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” [Q.S. Adz-Dzariyat: 55]
Setan membisikkan ke benak kita pikiran ‘kamu mau berlomba seperti mereka itu yang trend menasehati orang setiap hari?!’ sehingga melemahkan hasrat berbuat ihsan. Ini di antara talbis Iblis terhadap hamba Allah yang asalnya memiliki kapabilitas ilmu dan kalimat untuk memberikan manfaat; agar kebaikan tersebut berkurang, jika tidak hilang sama sekali.
Padahal, dalam Surat al-Ashr, Allah menyebutkan karakter orang yang tidak merugi:
[1] Beriman
[2] Beramal shaleh
[3] Saling mewasiati dengan kebenaran
[4] Saling mewasiati dengan kesabaran (atau sabar pada umumnya)
Setan belum bisa membisiki untuk no 1, maka coba nomor 3 dan atau 4. “Kurangi wasiatnya. Kamu bukan siapa-siapa. Jangan seperti mereka tukang nasehat setiap hari.” Thayyib. Kenapa tidak sekalian dibisikkan “kurangi imannya. Kamu bukan siapa-siapa. Jangan seperti mereka kelihatannya saja beriman.”
Sangat mudah insya Allah melihat talbis nasehat Iblis di kalam tersebut:
a. Mengurangi kebaikan, itu menjadi senjata yang bagus untuk setan ketika hamba Allah tidak mungkin menihilkan kebaikan 100%. Minimal kurangi dulu.
b. Kalimat ‘seperti mereka trend menasehati setiap hari’ dan mengaitkannya dengan kemunafikan: ini adalah tipu daya setan dan bentuk su’uzhan. Lebih-lebih jika dibalut hasad maka perlu dibersihkan lagi lebih dalam. Perlu banyak ber-isti’anah dan ber-inabah kepada Allah.
Melainkan, saudaraku, jika ingin berbuat baik, tidak perlu menengok ke orang-orang yang kita su’uzhankan. Lakukanlah selagi memperbaiki diri. Kaum muslimin butuh dzikra dan insya Allah dzikra pada hari ini masih bermanfaat buat mereka. Mungkin di awalnya tertatih menata keikhlasan dan masih ada aroma emosi atau hawa nafsu. Tapi jika sedari awal kita memohon kepada Allah perbaikan hati dan amal, maka ingat kalam al-Hasan:
كُنَّا نَطْلُبُ الْعِلْمَ لِلدُّنْيَا ، فَجَرَّنَا إِلَى الآخِرَةِ
“Kami dahulu menuntut ilmu demi dunia, kemudian (ilmu tersebut) menarik (niatan) kami menuju akhirat.” [Jami’ Bayan al-Ilm, h. no. 840]
Karena mereka istiqamah terus melakukan amal saleh (menuntut ilmu). Selagi tentunya memohon kepada Allah kebaikan.
Syaikh Ibrahim ar-Ruhaily -hafizhahullah- juga mengingatkan bahwa ‘jangan kufur terhadap kenikmatan yang Allah berikan’. Banyak sekali orang tak memiliki ilmu dan cakap kalam. Adapun jika memiliki ilmunya dan bisa memberikan penjelasan, maka ia terbebani untuk memberikan faedah. Bukan justru meminimalisir kebaikan itu terlebih memenjarakan diri akannya.
Siapapun dari pembaca, saudara-saudari saya, yang memiliki satu ayat satu hadits satu faedah terpahami dengan baik, berlombalah untuk mengamalkannya dan menyebarkannya. Jadilah Anda di antara tentara Allah; penolong agama Allah melalui kutipan nasehat berfaedah. Yang justru diminimalisir atau dihilangkan adalah ‘su’uzhan’ kepada orang-orang yang berdakwah;
terkadang atau setiap hari. Boleh jadi mereka selalu latihan setiap hari menata hati sampai bisa betul-betul ikhlash; sementara di anggapan kita:
‘Ah, mereka cuma ikutan trend. Mereka cuma berlomba saja. Saya takut jadi seperti mereka.’
Begitulah sedusta-dusta ‘hadits’, sebagaimana disebutkan dalam hadits. Ia bisa mengeruhkan hati, sekaligus mengurangi atau menghentikan aliran kebaikan.
Menasehati itu sunnah. Kadang bahkan wajib. Sementara, su’uzhan itu haram.
Jangan sampai yang haram, menyulitkan yang sunnah untuk diamalkan; padahal Allah telah berikan kita kemampuan.
فاستبقوا الخيرات
? Ustadz Hasan Al Jaizy Lc Hafidzahullahu Ta’ala
Join channel kami di:
?telegram: telegram.me/masjidalmuslimun
?website: www.masjidalmuslimun.org
?YouTube: youtube.com/masjidalmuslimun