Nasehati Dengan Cara Sebagaimana Kau Ingin Dinasehati

Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb al-‘Aqîl hafizhahullahu di salah satu pengajiannya, pernah ditanya:
Ahsanallôhu ilaykum, Syaikh kami –semoga Alloh Ta’âlâ menjaga Anda-, Besar harapan saya kiranya Anda sudi menjelaskan kepada kami bagaimana cara yang sesuai syariat dan benar di dalam memberikan nasehat, terutama jika yang dinasehati tersebut adalah seorang sunni yang bermanhaj salafi yang jatuh pada satu atau lebih kekeliruan?

Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb al-‘Aqîl hafizhahullâhu menjawab :
Nasehat itu (wahai saudaraku) semoga Alloh menjaga kalian semua, merupakan perkara yang agung.
Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
الدّين النّصيحة ، ثلاثا ، قُلنا لمن يا رسول اللّه؟ قال: للّه ولكتابه ولرسوله ولأئمّة المسلمين وعامّتهم
“Agama itu adalah nasehat” sebanyak tiga kali. Kami (para sahabat) bertanya : “untuk siapa wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab : “Untuk Alloh, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan pemimpin kaum muslimin beserta seluruh kaum muslimin”

Jadi, menasehati saudara-saudara kita itu adalah dengan cara menyeru mereka kepada yang ma’rûf, melarang dari yang munkar dan mengajak mereka kepada kebaikan.
Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
وأن تأتي النّاس بمثل ما تُحبّ أن يأتوك به
“Hendaknya kau perlakukan orang lain sebagaimana kau ingin diperlakukan”

Kaidah ini –semoga Alloh menjaga Anda-, yaitu “Hendaknya kau perlakukan orang lain sebagaimana kau ingin diperlakukan”, menunjukkan bagaimana Anda menginginkan orang lain ketika menasehati Anda?
Bagaimana Anda menginginkannya? Bagaimana Anda ingin dinasehati orang lain?
Apakah Anda ingin dinasehati orang lain dengan kekerasan? Dengan celaan? Dengan pukulan? Ataukah dengan cara yang baik?
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ
“Tolaklah (kejahatan) itu dengan cara yang baik, maka tiba-tiba orang yang memiliki permusuhan diantaramu dengan dirinya…”

Tidak diragukan lagi –semoga Alloh menjaga Anda- bahwa kita ini masih banyak sekali kekurangannya terutama dalam hal ini. Kita pun masih memiliki kekurangan di dalam berinteraksi (mu’amalah) dengan orang tua kita. Kekurangan yang besar!
Demi Alloh! Sesungguhnya ada sebagian orang tua yang sampai mengeluhkan anak-anak mereka. Mereka mengatakan : “Aduhai, sekiranya dia tidak menjadi anak yang multazim (komitmen terhadap syariat), karena dulu ketika dia belum multazim, dia berlaku sangat baik kepadaku ketimbang sekarang.”
Demi Alloh, seperti inilah yang kita dengar dari sebagian orang tua!!!

Belum lagi interaksi (muamalah) kita terhadap ikhwân kita, saudara-saudara kandung kita, bapak dan ibu kita. Interaksi kita dengan tetangga kita. Interaksi kita dengan isteri kita, suami kita… Bahkan sampai-sampai, ada salah seorang diantara mereka -para orang tua- yang sampai mengatakan : “Jangan menikahi wanita shalihah. Tidakkah kalian lihat bahwa dia telah menyebabkan rambutku beruban?” [Maksudnya, membuatnya repot dan sakit hati, pent.]
Na’ûdzubillâh! Na’ûdzubillâh! (Kami memohon perlindungan kepada Alloh)! Orang ini sebenarnya telah menyelisihi sabda Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam :
إظفر بذات الدّين تربت يداك
“Pilihlah karena faktor agamanya niscaya engkau beruntung”

Kejadian seperti ini, mungkin lebih disebabkan karena wanita shalihah tersebut memang memiliki agama yang bagus, namun ia tidak mengetahui caranya… Yaitu ia tidak mengetahui bagaimana cara mendakwahi suaminya. Sama halnya dengan para suami. Kami memohon kepada Alloh keselamatan.
Maksudku, seakan-akan mereka menjauh dari orang yang bagus agamanya, padahal orang yang bagus agamanya secara hakiki, pastilah ia mencintai isterinya, dan jika sekalipun ia tidak mencintainya, ia tidak akan menzhaliminya.
Jangan menikah kecuali dengan orang yang bagus agamanya, karena dia pasti akan mencintai isterinya dan memuliakannya. Sekiranya ia tidak mencintai isterinya, ia pun tidak akan sekali-kali menzhaliminya. Karena orang yang bagus agamanya ini takut kepada Alloh Azza wa Jalla. Ia benar-benar takut kepada Alloh Azza wa Jalla. Namun, kita semua tidak ada yang luput dari kekurangan.

Termasuk kekurangan kita pula –semoga Alloh menjaga Anda- adalah nasehat dan interaksi (mu’amalah) diantara kita. Kerap kali kita cenderung memiliki sikap kasar dan suka membesar-besarkan suatu kesalahan. Kita punya sifat seperti ini.
Oleh karena itulah –semoga Alloh menjaga Anda- ada baiknya kita merujuk kepada petunjuk Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam ketika beliau menyikapi seorang Yahudi.
Datang seorang Yahudi dan dia mengucapkan : “As-Sâmu ‘alaika Ya Muhammad” (Semoga kebinasaan menimpamu wahai Muhammad). Dia adalah seorang Yahudi jahat, di tinggal Madinah. Dia mengucapkan : “As-Sâmu ‘alaika Ya Muhammad” (Semoga kebinasaan menimpamu wahai Muhammad). Nabi menjawabnya : “wa ‘alaik” (dan atasmu).
Lihatlah, bagaimana akhlak beliau ini?! Demi Alloh, sekalipun rambut kita mulai memutih, usia kita mulai menua, pelupuk mata kita mulai redup, kita mungkin tidak mampu melakukan hal seperti ini. Semoga Alloh melimpahkan shalawat dan salam-Nya kepada beliau.
Allôhu Akbar! Allôhu Akbar! Beliau hanya menjawab “wa ‘alaika”.

Ibunda kita (‘Aisyah) Radhiyallâhu ‘anhâ saat itu mersepon dengan mengatakan “‘alaika as-Sâm wal La’nah” (Semoga kebinasaan dan laknat menimpamu). Apa yang menimpamu (wahai Yahudi)? Kebinasaan dan laknat!
Nabi pun langusung menimpali : “Tenanglah wahai ‘Aisyah”.
‘Aisyah menjawab : “Tidakkah Anda mendengarkan apa yang dia ucapkan?”.
Nabi mengatakan : “Dan dirimu, tidakkah engkau mendengar apa yang aku katakan? Aku katakan padanya “wa ‘alaika”. Dan Alloh pasti akan mengabulkan doaku terhadapnya sedangkan do’anya terhadapku tidak akan dikabulkan-Nya”
Jadi, kebinasaan dan laknat bisa menimpa dirinya oleh sebab Nabi mendoakan keburukan atasnya.

Kemudian beliau melanjutkan ucapannya :
إنّ الرّفق ما كان في شيء إلّا زانه وما نُزع من شيء إلّا شانه
“Sesungguhnya, kelemahlembutan itu apabila ada pada sesuatu, ia akan menghiasinya namun apabila tercabut dari sesuatu, ia akan memburukkannya”

Agama kita adalah agama kelemahlembutan –semoga Alloh menjaga Anda-. Maka berlemahlembutlah terhadap saudara-saudara kalian, bersabarlah atas mereka, tautlah hati mereka dan berilah hadiah kepada mereka.
Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam pernah memberi hadiah ratusan ekor unta, beliau pernah memberi hadiah kepada seorang Arab Badui sekumpulan kawanan domba. Sekumpulan kawanan domba! Semoga Alloh melimpahkan shalawat dan salam-Nya kepada beliau.

Di dalam masalah aqidah –semoga Alloh menjaga Anda-, di kota Madinah ini, salah seorang saudara kita dari luar Kerajaan pernah saya berikan nasehat tentang masalah yang berkaitan dengan tauhid.
Dia berkata kepadaku, “perlahan-lahan lah kepada diriku. Saya sekarang berusia 53 tahun. Sepanjang ingatanku, dahulu ibuku sering membawaku setiap pagi ke sebuah makam sehingga aku mencium nisan kuburan tersebut. Apakah Anda ingin agar Saya meninggalkan keyakinanku yang telah berjalan selama 50 tahun ini hanya dengan beberapa patah kata. Perlahanlah! Sedikit demi sedikit.”
Apa yang dia katakan adalah benar!!!

Selama 13 tahun Nabi menghendaki agar mereka (kaum Quraisy) meninggalkan al-Lâta wal Uzza. Tidak lantas hanya dalam sehari semalam kemudian Alloh menurunkan adzab kepada mereka.
(Lihatlah) ketika Nabi Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam diusir dan malaikat penjaga gunung pun datang kepada beliau dan menawarkan, “jika Anda mau, akan kuhimpitkan mereka diantara dua gunung.”
Nabi menjawab,
لا ، أتأنّى بهم،لعلّ اللّه أن يخرج من أصلابهم من يعبداللّه
“Tidak, Saya akan tetap bersabar terhadap mereka, moga-moga saja Alloh mengeluarkan dari anak keturunan mereka kaum yang menyembah Alloh.”

Padahal mereka berada pada kekafiran namun beliau mau bersikap sabar terhadap mereka. Lantas bagaimana kiranya dengan saudara Anda, seorang salafî, yang dirinya memiliki beberapa kekeliruan?
Seharusnya Anda juga bersabar padanya, bahkan perlu mengecup keningnya. Katakan padanya, “Wahai saudaraku, sesungguhnya aku mencintaimu.” “Wahai Mu’adz [contoh nama], sesungguhnya aku mencintaimu”.

Benar tidak demikian ini? “Wahai akhî, aku mencintaimu”.

Bukannya Anda malah berkata kepadanya, “Anda dan guru Anda tidak faham… kalian ini keras kepala, kalian…” Tentu saja dia akan menjawab hal yang sama, “Anda dan guru Anda juga tidak faham.” Demi Alloh, Alloh! (bersikap baiklah) terhadap saudaramu, semoga Alloh menjaga kalian.
Berlemahlembutlah terhadap mereka, karena zaman ini adalah zaman ghurbah (keterasingan). Hari ini adalah hari ghurbah!!!
Apabila Anda melihat ada orang yang aromanya adalah aroma salafiyah, maka kecuplah keningnya, karena aromanya harum semerbak. Kecuplah keningnya dan katakan padanya, “saya mencintaimu”.

Dialihbahasakan oleh Abu Salma Muhammad dari kulalsalafiyeen.com

✍️@abusalma

Join channel kami di:
?telegram: telegram.me/masjidalmuslimun
?website: www.masjidalmuslimun.org
?YouTube: youtube.com/masjidalmuslimun

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *