Pertanyaan :
Apakah setiap perbedaan pendapat ulama itu di sebut khilafiyah yang berarti tidak perlu diperdebatkan dan dipermasalahkan ? boleh di amalkan salah satu dari pendapat ulama tersebut. ?

Jawaban
➖ Kita dituntut untuk menelaah dan mencari kebenaran, dan mencari kebenaran itu haruslah dari sumber kebenaran itu sendiri, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Tidak hanya berhenti dan taqlid kepada pendapat ulama saja tanpa mengetahui dalilnya. Seakan² jika ini disebutkan ulama Fulan, maka ini khilafiyah. Selesai masalah.

➖Khilafiyah itu sendiri ada 2 macam :
1. Khilaf Tanawwu’ (perbedaan ragam) dimana tiap ragam ada dalilnya yang kuat dan tidak saling kontradiksi. Seperti sifat adzan, doa istiftah, doa ruku, doa sujud, takbiratul ied, dll.
Ini semua perbedaan ragam yang tidak boleh ada pengingkaran karena ada dalil yang shahih dan pengamalan dari para salaf.
2. Khilaf tadhod (perbedaan yang kontradiktif), dimana satu dengan lainnya sama² berpendapat dan membawa dalil, namun saling kontradiksi.
Dalam hal ini berlaku kaidah المصيب واحد (yang benar hanya satu).
Contohnya misal khilaf dalam hal posisi I’tidål apakah sedekap atau tidak, sujud saat sholat apakah lutut dulu atau tangan, dst.
Ini butuh tarjih (dipilih mana yang kuat, tidak boleh dilaksanakan berbarengan /  bergantian ).
Khilaf tadhod ini ada 2 macam :
?khilaf qowî, dimana kedua pendapat dikatakan sama kuat  atau sudah ada salafnya dalam perbedaan ini. Maka tidak boleh ada pengingkaran dan tarjih tanpa vonis.
Ini disebut dengan khilaf mu’tabar (diakui).
? khilaf dho’if, dimana yang satu disokong dalil yang kuat, yang satu tidak. Maka ini harus ada pengingkaran, tarjih dan bantahan. Serta yang bersikukuh berpegang dengan yang lemah boleh divonis setelah diskusi dan penegakan hujjah.
Misal masalah nikah mut’ah, musik, jabat tangan non mahram, dll
(khilâf ghoyr mu’tabar)
➖ Kita dididik untuk kritis dan selalu berpegang dengan dalil. Saat ada khilâfiyah, maka kita berusaha menelaah itu untuk mencari dalil paling kuat, lalu itu yang kita pegang. Bukan malah kita berdalil (baca : berdalih) dengan khilâfiyah untuk melegitimasi suatu amalan yang tidak ada landasannya.
Dan metode seperti ini, termasuk seperti yang disebutkan ulama dengan tatabbu’ ar-rukhash (mencari² pendapat yang paling ringan).

Imam adz-Dzahabi mengatakan :

ومن تتبع رخص المذاهب وزلات المجتهدين فقد رَقّ دينه
Barangsiapa yang mencari² pendapat madzhab paling ringan dan ketergelinciran ulama mujtahid, maka sungguh ia telah merobek agamanya.

Selain itu juga ada beberapa catatan yang perlu saya sampaikan :

➖ Ibadah itu bersifat tauqifiyah (baku). Tidak boleh ditetapkan kecuali dengan dalil Al-Qur’ân dan Sunnah Shahihah. Karena itu, apabila tidak ada dalil, maka tidak boleh ditetapkan.

Ulama menjelaskan :

إن الأصل في العبادات التوقيف، فلا يشرع منها إلا ما شرعه الله
Sesungguhnya hukum asal ibadah itu tauqif (baku). Maka tidaklah disyariatkan sesuatu darinya melainkan yang Allâh syari’at kan.
➖ Agama berdiri di atas dalil, dan dalil itu hanyalah Al-Qur’ân dan Sunnah yg shahih saja, serta Ijma’ Sahabat.
➖ Pendapat ulama, setinggi apapun kalibernya, maka tidak ma’shum, bisa salah bisa benar. Karena itu pendapat mereka bisa diterima bisa ditolak.

أقوال العلماء ليسو بالدليل وكلامهم يستدل لها لا بها

Ucapan ulama itu bukanlah dalil, perkataan mereka hanyalah penyokong dalil bukanlah dalil itu sendiri.

➖ Karena itu, para imam yang empat semuanya bersepakat untuk mengikuti hadits yang shahih atau dalil yang kuat, dan meninggalkan pendapat mereka apabila menyelisihi dalil.

Wallâhu a’lam bish showaab

✏ dikutip dari tulisan abu salma dengan sedikit gubahan.

Join channel kami di:
?telegram: telegram.me/masjidalmuslimun
?website: www.masjidalmuslimun.org

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *