Pertanyaan

بسم اللّه الرحمن الر حيم
السلام عليكم ورحمةالله وبركاته

Ijin bertanya Ustadz.

1. Apakah boleh kita mengatakan bahwa negara kita ini bukan negara Islam karena sistemnya demokrasi dan yang menjadi rujukan hukum bukan Al-Quran, namun memang kita harus taat kepada presiden yang itu memang pemimpin tertinggi kita?

2. Taat kepada penguasa, seperti yang tercantum dalam Kitab “Mu’ammalatul Hukkam”, itu mencakup pemimpin tertinggi saja atau juga bisa pada gubernur, walikota, dan seterusnya meskipun mereka orang kafir?

(Arif)

Jawaban

وعليكم السلام و رحمة الله وبر كاته

Tidak boleh kita mengatakan negeri kita ini bukan negeri Islam. Bahkan negeri kita ini negeri Islam menurut definisi yang ditorehkan oleh ulama ahlis sunnah wal jamaah di kitab-kitab mereka.

Karena status sebuah negeri Islam atau kafirnya tidak ditetukan oleh sistem tatanegara yang berlaku, atau sistem militer yang mendominasi.

Akan tetapi dilihat dari mayoritas agama penduduknya.

Berikut nukilan dari beberapa ulama sunnah tentang definisi negeri Islam

⚫️ Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh :

“Suatu negeri itu berubah statusnya sesuai dengan perubahan penduduknya, suatu negeri bisa menjadi negeri kafir apabila dihuni oleh orang-orang kafir, kemudian berubah statusya menjadi negeri Islam apabila penduduknya masuk islam”. (Majmu’ fatawa 27/143).

⚫️ Berkata Syaikh Amr Abdul Mun’im Salim hafidzohullah :

“Suatu negeri menjadi negeri Islam menurut salafus sholih dan ahli hadits apabila dikumandangkan adzan dan ditegakkan sholat di dalamnya serta orang-orang dapat dengan aman menegakkan sholat”.
(Al manhajus salafy ‘inda Syaikh Nasiruddin Al-Albani : 244).

⚫️ Berkata Al-Imam Al-Isma’ily rohimahuloh :

“Para salafus sholih berpendapat bahwa suatu negeri itu menjadi negeri Islam bukan negeri kafir selama dikumandangkan adzan dan iqomat, dan penduduk negeri tersebut bisa menegakkan sholat dengan aman”.
(I’tiqod a’immatil hadits : 50).

⚫️ Berkata Al-Imam Ibnu Utsaimin rohimahulloh :

“Negeri syirik adalah negeri yang ditegakkan didalamnya syi’ar-syi’ar kekufuran dan tidak ditegakkan syi’ar-syi’ar Islam seperti adzan, sholat jama’ah, sholat ‘id, dan sholat jum’at secara umum.

Dan kita katakan secara umum agar tidak termasuk negeri yang menegakkan syi’ar-syi’ar Islam tetapi dengan jumlah terbatas, seperti negeri kafir yang dihuni oleh minoritas kaum muslimin, maka yang seperti ini bukan negeri Islam, adapun negeri Islam adalah negeri yang ditegakkan didalamnya syi’ar-syi’ar Islam secara umum dan meluas”.
(Syarah tsalatsatil ushul : 129-130).

Nukilan-nukilan di atas dan masih banyak yang lainnya, menunjukkan kepada kita bahwa negeri Islam itu adalah negeri yang dihuni oleh mayoritas kaum muslimin dan ditegakkan di dalamnya syi’ar-syi’ar Islam seperti adzan, iqomat, sholat ‘id, sholat jum’at dll, meskipun hukum yang berlaku bukan hukum Islam.

Dan sebagaimana kita ketahui bersama bahwa negara Indonesia dihuni oleh mayoritas kaum muslimin, adzan dan iqomat dikumandangkan diseluruh penjuru nusantara, merekapun bisa menegakkan sholat dengan tentram dan aman.

Maka ia adalah negeri Islam dengan tanpa ada keraguan sedikitpun juga.

2. Ketaatan penguasa itu hanya berlaku bagi penguasa yang muslim.

Adapun orang kafir tidak sah kekuasaannya secara syar’i. Dan ulil amri yang dimaksudkan adalah pemimpin tertinggi di suatu negeri beserta jajarannya atau pemimpin daerah sebagaimana ditegaskan oleh Imam Ibnu Utsaimin dalam Syarah Aqidah As-Sifariniyyah sebagai berikut :

واما امامة التدبير فتشمل الامام الاعظم ومن دونه، والامام الاعظم هو الذي له الكلمة العليا في البلاد كالملوك ورؤساء الجمهوريات وما اشبه ذلك ومن دونهم كالوزراء والامراء وما اشبه ذلك

“Adapun imam/penguasa dalam sistem pemerintahan itu mencakup kepemimpinannya *imamul a’dzom* (pemimpin tertinggi/khalifah) dan yang selainnya.
Imamul a’dzom adalah orang yang memiliki kekuasaan tertinggi di suatu negeri, seperti para raja, para pemimpin, para presiden di sebuah republik dan yang semisalnya.

Masjid Al Muslimun Rungkut Barata Surabaya, [22.10.17 20:52]
Demikian pula jajaran mereka seperti mentri-mentri, gubernur-gubernur, dan lain-lain.”
(Syarah Aqidah As-Sifariniyyah : 1/663).

Wallahu a’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Abul Aswad Al-Bayati حفظه الله

✍️BimbinganIslam

Join channel kami di:
?telegram: telegram.me/masjidalmuslimun
?website: www.masjidalmuslimun.org
?YouTube: youtube.com/masjidalmuslimun

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *