*TANYA USTADZ* ❓
_Assalamu’alaikum_
_Saya bekerja sebagai salah seorang pegawai di kantor pajak, pekerjaan saya melakukan evaluasi apakah jumlah yang dibayar oleh wajib pajak itu sudah benar atau tidak, apabila tidak maka saya meminta dia untuk membayar lagi, dan apabila tidak kami berhak memaksanya, perlu ustad ketahui juga bahwa di Indonesia pajak merupakan kewajiban yg di paksakan kepada warga negara. Untuk itu bagaimana hukumnya saya sebagai karyawan di kantor pajak tsb, mohon jawabanya ustadz_
و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته
?Pajak yang diwajibkan atas kaum muslimin pada masa sekarang adalah termasuk memakan harta orang lain dengan batil karena pungutan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya.
Sedangkan harta Mu’min terjaga dan tidak diminta dengan paksa kecuali untuk alasan syar’i.
?Seorang muslim hanya diminta mengeluarkan dari hartanya untuk kepentingan zakat harta dan zakat harta. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“إنّ صاحبَ المَكسِ في النّارِ”.أخرجه أحمد رقم 17295 و الطبراني في المعجم الكبير رقم 4493.صححه الألباني في الصحيحة رقم 3405
*“Sesungguhnya pemungut upeti akan masuk Neraka”*
*Al-Maksu diterjemahkan olehsyaikh Ali Al-Qari sebagai orang yang mengambil harta orang lain secara Dholim*
_(Mirqaat Al-Masaabih oleh Ali Al-Qari juz.3 hal.3161)_
Jadi kalau seseorang bekerja di situ maka dia telah ikut membantu dalam kebathilan. Oleh karena itu hendaknya orang yang ditugaskan di situ meminta pemindah tugasan dan kalau tidak bisa maka sebaiknya keluar dari tempat itu, dan insyaallah Allah akan menggantikan dengan yang lebih baik.
….وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (٢)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (٣)سورة الطلاق
2….. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar.
3. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
_wallahu ta’ala a’lam_
✍️ _Dijawab Oleh Ustadz Mukhsin Suaidi, Lc_
_(Dewan Redaksi salamdakwah.com)_
Join channel kami di:
?telegram: telegram.me/masjidalmuslimun
?website:www.masjidalmuslimun.org
?YouTube: youtube.com/masjidalmuslimun
Farid Nu’man
28 September 2016 ·
*??Pajak Dalam Islam??*
*✍ Farid Nu’man Hasan*
??????
*?Pendapatan Negara Pada Masa Lalu:*
Pada masa dahulu uang belanja negara didapatkan dari:
✔Ghanimah (harta rampasan perang)
✔ Fa’i (harta rampasan perang tanpa peperangan, musuh meninggalkan hartanya karena kabur/takut, seperti perang tabuk)
✔Jizyah dari Kafir Dzimmi
✔ Zakat
✔ Hadiah dari negara sahabat
Tapi saat ini dan ada beberapa sumber yang belum bisa lagi dilaksanakan (seperti ghanimah, fa’i, dan jizyah), maka banyak neger-negeri muslim menambahkan melalui sumber lain, seperti: eksport impor, hutang, dan pajak.
*?Benarkah Tidak Ada Kewajiban lain bagi Rakyat terhadap negara selain Zakat?*
Hal ini diperselisihkan ulama:
*Kelompok pertama*, Pihak yang mengatakan TIDAK ADA, alias kewajiban rakyat kepada pemerintah hanya Zakat. Inilah pendapat Imam Adz Dzahabi, Syaikh Al Albani, Syaikh Ibnu Baaz, Syaikh Utsaimin, dan lainnya.
Alasan mereka:
1⃣ Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, sesungguhnya ada seorang Badui datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ia berkata:
“Tunjukan kepadaku amal yang jika aku kerjakan mengantarkan ke surga.” Rasulullah menjawab: “Engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya dengan apapun, menegakkan shalat yang wajib, menunaikan wajibnya zakat, dan puasa Ramadhan.” Orang itu berkata, “Demi yang jiwaku ada di tanganNya, aku tidak akan menambahnya.” Ketika orang itu berlalu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang ingin melihat laki-laki yang termasuk ahli surga, maka lihatlah orang itu.” (HR. Bukhari, Al Lu’lu’ wal Marjan, Kitab Al Iman, Bab Bayan Al Iman Alladzi yadkhulu bihi al Jannah, No. 8)
Dalam hadits shahih ini sangat jelas, bahwa kewajiban kita terhadap harta hanya satu yaitu zakat.
2⃣ Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhuma secara marfu’, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا أَدَّيْتَ زَكَاةَ مَالِكَ فَقَدْ أَذْهَبْتَ عَنْكَ شَرَّهُ
“Jika engkau tunaikan zakat hartamu berarti telah engkau telah hilangkan keburukannya darimu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1439, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7039, Ibnu Khuzaimah No. 2258, Ibnu ‘Asakir dalam Al Mu’jam No. 1389, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 9923)
3⃣ Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا أَدَّيْتَ زَكَاةَ مَالِكَ فَقَدْ قَضَيْتَ مَا عَلَيْكَ
“Jika Engkau tunaikan zakat hartamu, maka Engkau telah memenuhi kewajibanmu.” (HR. At Tirmidzi No. 618, Ibnu Majah No. 1788, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 3477, Ibnu Hibban No. 3216, Ibnu Khuzaimah No. 2471, Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 6/67)
4⃣ Mereka menyamakan pajak dengan maks (pelakunya disebut Al Maakis), yang telah dilaknat oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لا يَدْخُلُ الجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ
Tidak akan masuk surga pelaku maks. (HR. Abu Daud No. 2937, Ahmad No. 17294, Abu Ya’la No. 1756, Ad Darimi No. 1666, Ibnu Khuzaimah No. 2333)
Apa itu _Al Maakis_ ? Syaikh Abul Hasan Al Mubarkafuri berkata:
وهو الذي يأخذ من التجار إذا مروا به مكساً
Dia adalah orang yang mengambil harta (istilah sekarang:pungli) dari para pedagang yang lewat. *(Mir’ah Al Mafatih, 4/233)*
Disebutkan dalam _Mausu’ah Al Buhuts wal Maqalat Al ‘Ilmiyah_:
يُحمل صاحب المكس على الموظف العامل الذي يجبي الزكاة فيظلم في عمله، ويتعدى على أرباب الأموال فيأخذ منهم ما ليس من حقه، أو يقل من المال الذي جمعه مما هو حق للفقراء وسائر المستحقين
Pelaku maks adalah petugas yang mengumpulkan zakat dan menggelapkannya yaitu dengan memungut uang melebihi hak pembayar zakat; atau dia mengurangi uang yang dikumpulkannya yang semestinya merupakan hak kalangan faqir dan miskin. *(Bab Dharaib wa hukmu Tauzhifiha, Hal. 12)*
*Kelompok kedua*, Pihak yang mengatakan ADA kewajiban selain zakat dari rakyat kepada pemerintah, dan faktanya pada zaman Nabi Shalalllahu ‘Alaihi wa Sallam sudah ada _kharaj_ (pajak tanah). Ini adalah pendapat para sahabat nabi, mayoritas ulama, dan merupakan pendapat empat madzhab.
Menurut mereka hadits-hadits yang dijadikan alasan kelompok pertama, seandainya shahih, tidaklah menafikan kewajiban selain zakat. Sebagaimana ditunjukkan oleh dalil lain dan fakta sejarah Islam generasi awal.
*Dalil-Dalil Golongan ini:*
1⃣ Surat Al Baqarah ayat 177
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآَتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآَتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Baqarah (2): 177)
Dalam ayat ini jelas sekali Allah Ta’ala memisahkan perintah mengeluarkan harta untuk kerabat, anak yatim, miskin, musafir, dan peminta-minta, dengan perintah mengeluarkan zakat. Artinya ada kewajiban lain terhadap harta kita selain zakat.
2⃣ Hadits Shahih Bukhari tentang hak Unta dan Kuda, yaitu memeras air susunya. Lalu air susunya wajib di sedekahkan sesuka hatinya.
Oleh karenanya Imam Ibnu Hazm _Rahimahullah_ berkata:
وَفَرْضٌ عَلَى كُلِّ ذِي إبِلٍ, وَبَقَرٍ, وَغَنَمٍ أَنْ يَحْلِبَهَا يَوْمَ وِرْدِهَا عَلَى الْمَاءِ, وَيَتَصَدَّقُ مِنْ لَبَنِهَا بِمَا طَابَتْ بِهِ نَفْسُهُ.
Wajib kepada setiap pemilik unta, sapi, dan kambing, untuk memerah susunya, dan menyedekahkan susunya itu menurut kerelaannya. *(Al Muhalla, 6/50)*
Beliau menambahkan:
وَمَنْ قَالَ: إنَّهُ لاَ حَقَّ فِي الْمَالِ غَيْرُ الزَّكَاةِ فَقَدْ قَالَ: الْبَاطِلَ, وَلاَ بُرْهَانَ عَلَى صِحَّةِ قَوْلِهِ, لاَ مِنْ نَصٍّ، وَلاَ إجْمَاعٍ, وَكُلُّ مَا أَوْجَبَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي الأَمْوَالِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Siapa yang mengatakan bahwa tidak ada hak harta selain zakat, maka dia telah mengatakan perkataan yang batil, dan tidak ada bukti kebenaran perkataannya, tidak dari nash, dan tidak pula dari ijma’, dan semua yang diwajibkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada harta adalah wajib. (Ibid)
3⃣ Hadits shahih tentang memuliakan tamu, dengan memberikan jamuan.
4⃣ Hadits shahih tentang celaan terhadap orang yang enak tidur padahal tetangganya kelaparan.
Dan masih banyak lagi yang menunjukkan adanya kewajiban harta selain zakat.
Ini juga menjadi pendapat Imam An Nawawi, Imam Al Ghazali, Imam Asy Syatibi, dan lainnya, bahwa pajak boleh dipungut ketika negara membutuhkannya baik karena kekosongan _Baitul Maal_, atau kebutuhan besar yang mendesak.
Syaikh Yusuf Al Qaradhawi _Hafizhahullah_ berkata:
وذهب آخرون منذ عهد الصحابة والتابعين إلى أن في المال حقًا سوى الزكاة.
جاء ذلك عن عمر، وعليّ، وأبي ذر، وعائشة، وابن عمر، وأبي هريرة، والحسن بن عليّ، وفاطمة بنت قيس من الصحابة رضي الله عنهم. وصح ذلك عن الشعبي ومجاهد وطاوس وعطاء وغيرهم من التابعين.
_Ulama lain berpendapat, sejak zaman sahabat dan tabi’in bahwa dalam kekayaan ada hak selain zakat. Demikian itu adalah pendapat Umar, Ali, Abu Dzar, Aisyah, Ibnu Umar, Abu Hurairah, Al Hasan bin Ali, Fathimah binti Qais, ini dari golongan sahabat Radhiallahu ‘Anhum. Telah shahih dari Asy Sya’bi, Mujahid, Thawus, ‘Atha, dan selain mereka dari kalangan tabi’in._ *(Fiqhuz Zakah, 2/428)*
Ini juga menjadi pendapat imam 4 madzhab. Syaikh Al Qaradhawi berkata:
فقهاء من المذاهب الأربعة يجيزون الضرائب العادلة:وبعد
أن فندنا كل الشب
هات التي يتمسك بها معارضو شرعية الضرائب العادلة، يحسن بنا -لتأكيد ما بيَّناه في هذا الفصل- أن نذكر أن الفقه الإسلامي قد عرف ضرائب غير الزكاة، أعني ضرائب عادلة أقرها جماعة من فقهاء المذاهب المتبوعة، كما عرفوا الضرائب غير العادلة، ورتبوا عليها أحكامًا.لكنهم لم يطلقوا على هذه وتلك اسم “الضرائب” بل سماها بعض الفقهاء من المالكية: “الوظائف” أو “الخراج”. وسماها بعض الحنفية: ” النوائب ” -جمع نائبة- وهى أسم لما ينوب الفرد من جهة السلطان، بحق أو باطل .وسماها بعض الحنابلة: “الكلف السلطانية” أي التكليفات المالية التي يُلزم بها السلطان رعيته أو طائفة منهم.
*Ahli Fiqih Madzhab Empat Membolehkan Pajak Yang Adil*
_Setelah kita bantah semua syubhat yang dijadikan pegangan pihak yang menentang digunakannya sistem pajak yang adil, ada baiknya untuk memperkuat keterangan kita dalam bagian ini, kita katakab bahwa fiqih Islam telah mengenal pajak-pajak selain zakat, yakni pajak yang adil yang telah ditetapkan jamaah ahli fiqih dari madzhab-madzhab yang dianut sebagaimana mereka juga telah mengatahui pajak-pajak yang tdk adil dan menetapkan hukum-hukumnya. Akan tetapi para ahli fiqih itu memang tidak mengistilahkannya dengan nama “pajak”, tetapi sebagian ahli fiqih Maliki menamakannya dengan wazha-if atau kharraj. Sebagaian Hanafi menyebut nawa-ib, jamak dari naaibah, yaitu nama bagi sesuatu yang menggantikan seseorang dr pihak sultan dengan sesuatu yang hak atau batil. Sebagian pengikut Hambali menamakannya dgn Kalf as Sulthaniyah, yaitu beban harta yg diwajibkan sultan trhadap rakyatnya atau kepada sebagian dari mereka._ (Ibid)
*?Samakah Pajak dengan Maks?*
Jika diperhatikan definisinya, maka jelaslah muks lebih pas disebut dengan “pajak yang zalim”, tentunya hal itu memang terlarang. Sedangkan yang kita bahas adalah pajak yang adil *(Adh Dhara-ib Al ‘Adilah)*, manusiawi, memiliki maslahat yang jelas, dan memang diambil dari sumber yang baik dan patut, dan disalurkan untuk kepentingan kebaikan pula; seperti belanja negara untuk pembangunan, biaya peperangan, pendidikan, gaji tentara dan guru, dan semisalnya.
Oleh karena itu Imam Adz Dzahabi menjelaskan tentang muks:
المكاس من أكبر أعوان الظلمة، بل هو من الظلمة أنفسهم، فإنّه يأخذ ما لا يستحق ويعطيه لمن لا يستحق
_Pemungut pajak termasuk di antara pembela kezaliman, bahkan dia merupakan kezhaliman itu sendiri, karena dia memungut sesuatu yang bukan semestinya dan memberikan kepada orang yang tidak berhak._ *(Al Kabaair, Hal. 115)*
Jadi, pendapat yg lebih kuat adalah pajak itu tidak apa-apa selama sesuai prinsip keadilan, inilah pendapat mayoritas ulama, baik klasik maupun kontemporer. Jika rakyat dizalimi karena pajak terlalu banyak dan besar, sehingga mereka merasa tercekik, maka ulama sepakat haramnya.
Wallahu A’lam