Semoga kita para penuntut ilmu tidak lupa memperhatikan masalah adab dan akhlak, setta menjaga lisam dari kata-kata yang tidak baik, mengumpat, mencaci dan menggibah apalagi di depan umum seperti mimbar dan media sosial.

Karema sudah mulai muncul (semoga sedikit) mereka yang mengaku penuntut ilmu bahkan ustadz, tetapi akhlak dan lisannya sangat kasar dan tidak pantas dinisbatkan kepada ajaran Islam.

Padahal adab dan akhlak adalah cerminan iman dan itulah agamanya. Jika seseorang mengalahkan engkau dalam akhlak, maka ia telah mengalahkan dalam agama. Bukan hanya ilmu yang menjadi patokan saja.

Kaum muslimin hendaknya hati-hati dengan mereka yang mengaku ustadz atau ulama tetapi akhlaknya rusak. Dan hati-hati juga terjerumus dalam berkata-kata dan berkomentar di dunia maya dan media sosial yang sangat mudah, jaga lisan serta sibuklah melihat aib kita yang ternyata sangat banyak dan Allah yang Maha Pemurah menutupinya.

Seandainya masyarakat dunia dan dunia maya tahu aib kita satu saja, pasti kita sangat dan sangat malu karena kita “sangat garang” di dunia dan dunia maya.

Bagi aktifis dakwah atau yang sudah mengenal dakwah ahlus sunnah wal jamaah, yang notabenenya insyaAllah sudah mempelajari ilmu tauhid dan aqidah, mengetahui sunnah, mengetahui berbagai macam maksiat, tidak mungkin syaitan mengoda dengan cara mengajaknya untuk berbuat syirik, melakukan bid’ah, melakukan maksiat akan tetapi *syaitan berusaha merusak Akhlaknya. Syaitan berusaha menanamkan rasa dengki sesama, hasad, sombong, angkuh dan berbagai akhlak jelak lainnya.*

Syaitan menempuh segala cara untuk menyesatkan manusia, tokoh utama syaitan yaitu Iblis berikrar untuk hal tersebut setelah Allah azza wa jalla menghukumnya dan mengeluarkannya dari surga, maka iblis menjawab:

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَْ ثُمَّ لآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

“Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan(menghalang-halangi mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian aku akan datangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (Al-A’raf: 16-17)

Akhlak yang mulia juga termasuk dalam masalah aqidah

Umumnya Aktivis dakwah ahlus sunnah wal jamaah sangat perhatian terhadap akhlak karena ini memang sangat penting sekali, akan tetapi terkadang lalai (semoga tidak, amin) masalah akhlak padahal akhlak mulia juga termasuk dalam masalah Aqidah

Karena itu kita jangan melupakan pelajaran akhlak mulia, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah memasukkan penerapan akhlak yang mulia dalam permasalahan aqidah. Beliau berkata,

*“Dan mereka (al-firqoh an-najiah ahlus sunnah wal jama’ah) menyeru kepada (penerapan) akhlak yang mulia dan amal-amal yang baik. Mereka meyakini kandungan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Yang paling sempuna imannya dari kaum mukminin adalah yang paling baik akhlaknya diantara mereka“.* Dan mereka mengajakmu untuk menyambung silaturahmi dengan orang yang memutuskan silaturahmi denganmu, dan agar engkau memberi kepada orang yang tidak memberi kepadamu, engkau memaafkan orang yang berbuat zhalim kepadamu, dan ahlus sunnah wal jama’ah memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua, menyambung silaturahmi, bertetangga dengan baik, berbuat baik kepada anak-anak yatim, fakir miskin, dan para musafir, serta bersikap lembut kepada para budak. Mereka (Ahlus sunnah wal jama’ah) melarang sikap sombong dan keangkuhan, serta merlarang perbuatan dzolim dan permusuhan terhadap orang lain baik dengan sebab ataupun tanpa sebab yang benar. Mereka memerintahkan untuk berakhlak yang tinggi (mulia) dan melarang dari akhlaq yang rendah dan buruk”. [lihat Matan ‘Aqiidah al-Waashithiyyah]

Kita butuh teladan akhlak dan takwa

*Di saat ini kita tidak hanya butuh terhadap teladan ilmu tetapi kita lebih butuh teladan ahklak dan takwa*, sehingga kita bisa melihat dengan nyata dan mencontoh langsung akhlak dan takwa orang tersebut terutama para ustadz dan syaikh.

*Yang perlu kita camkan juga, jika menuntut ilmu dari seseorang yang pertama kali kita ambil adalah akhlak dan adab orang tersebut baru kita mengambil ilmunya.* Ibu Imam Malik rahimahullahu, sangat paham hal ini dalam mendidik anaknya, beliau memerhatikan keadaan putranya saat hendak pergi belajar. Imam Malik rahimahullahu mengisahkan:

“Aku berkata kepada ibuku, ‘Aku akan pergi untuk belajar.’ ‘Kemarilah!’ kata ibuku, ‘Pakailah pakaian ilmu!’ Lalu ibuku memakaikan aku mismarah (suatu jenis pakaian) dan meletakkan peci di kepalaku, kemudian memakaikan sorban di atas peci itu. Setelah itu dia berpesan, ‘Sekarang, pergilah untuk belajar!’ Dia juga pernah mengatakan, ‘Pergilah kepada Rabi’ah (guru Imam Malik, pen)! *Pelajarilah adabnya sebelum engkau pelajari ilmunya!’.* (Waratsatul Anbiya’, )

Hal inilah yang kita harapkan, banyak teladan langsung seperti ini. Baru melihat saja teladan tersebut, sudah sejuk dan kembali segar keimanan, belum lagi setelah mendengar embun nasihat darinya

Para ulama pun demikian sebagaimana Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata,

*“Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk, atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami mendatangi beliau, maka dengan hanya memandang beliau dan mendengarkan ucapan beliau, maka hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.”* [Al Waabilush Shayyib hal 48, cetakan ketiga, Darul Hadist, Maktabah Syamilah]

Demikian semoga bermanfaat

✍️ Ust. Raehanul Bahraen

Join channel kami di:
?telegram: telegram.me/masjidalmuslimun
?website: www.masjidalmuslimun.org
?YouTube: youtube.com/masjidalmuslimun

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *