Bismillaah.
Terdapat kisah yang telah masyhur dari seorang sahabat nabi, Ibnu Mas’ud – radhiyallahu ‘anhu – ketika beliau melewati suatu masjid yang di dalamnya terdapat orang-orang yang sedang duduk membentuk lingkaran.
Mereka mencoba beribadah dengan cara bertakbir, bertahlil, bertasbih, dengan cara-cara yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan mereka lakukan dengan sungguh-sungguh, dan tentu saja menikmatinya.
Lalu Ibnu Mas’ud – radhiyallahu ‘anhu – mengingkari mereka dengan mengatakan:
فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ فَأَنَا ضَامِنٌ أَنْ لاَ يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَىْءٌ ، وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ ، هَؤُلاَءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- مُتَوَافِرُونَ وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ وَآنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ ، وَالَّذِى نَفْسِى فِى يَدِهِ إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِىَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ ، أَوْ مُفْتَتِحِى بَابِ ضَلاَلَةٍ.
“Hitunglah dosa-dosa kalian. Aku adalah penjamin bahwa sedikit pun dari amalan kebaikan kalian tidak akan hilang. Celakalah kalian, wahai umat Muhammad! Begitu cepat kebinasaan kalian! Mereka sahabat nabi kalian masih ada. Pakaian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga belum rusak. Bejananya pun belum pecah. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, apakah kalian berada dalam agama yang lebih baik dari agamanya Muhammad? Ataukah kalian ingin membuka pintu kesesatan (Bid’ah)?”
قَالُوا : وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ. قَالَ : وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ
Mereka menjawab, membantah, ”Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”
Ibnu Mas’ud berkata, “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.”
[HR. Ad Darimi no. 204 (1/79)]
Lihatlah seorang sahabat nabi yang dididik langsung oleh Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam ini – yaitu Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu – mengajarkan bahwa niat baik dan keikhlasan dalam melakukan ‘ibadah semata-mata tidaklah cukup. ‘Ibadah dapat diterima di sisi Allah juga harus harus mencocoki, harus benar-benar sesuai dengan teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika tidak, sungguh berisiko dengan sendirinya, tertolak.
Sungguh, generasi kaum Sahabat Nabi – radhiyallahu ‘anhum – dijamin Allah benar dan selamat. Mereka digolongkan sebagai kaum Salafush Sholih (kaum Pendahulu Yang Salih), bersama 2 generasi berikutnya yakni Tabi’iin dan Tabi’ut Tabi’iin, yang tentu secara wajar, degradatif menurun kualitasnya semakin lama semakin mendekati Akhir Jaman, namun tetap secara statistika manajemen kualitas, diakui sebagai yang tetap masuk sebagai yang terbaik.
Namun juga dijamin bahwa di jaman apapun, akan selalu ada kaum yang disetarakan kualitasnya dengan kaum Salafush Sholih, khususnya generasi Sahabat Nabi ini, jika kaum itu mau meneladani kaum Sahabat Nabi ini.
Ini peringatan dan harapan bagi kita semua, agar benar-benar berusaha menilai apakah ‘ibadah yang kita jalankan, adalah ‘ibadah yang sebenarnya, ataukah ‘ibadah’ yang kita kita kira benar namun justru berisiko dimurkai Allah yang telah mengutus 124.000 nabi dan rosul sejak awal jaman?
Sungguh telah datang banyak peringatan dariNya.
Namun sungguh juga, begitu banyak dari kita, mengabaikannya.
Sungguh benar bahwa menuntut ‘ilmu (Agama) itu diwajibkan dalam Islaam.
Karena dengannya, kita tahu mana yang salah dan mana yang benar dalam Islaam.
Simaklah berbagai hadits peringatan tentang amat berbahayanya Bid’ah itu, saudara:
Hadits 1
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)
Hadits 2
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)
Hadits 3
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan:
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)
Dalam riwayat An Nasa’i:
مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (HR. An Nasa’i no. 1578, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan An Nasa’i)
Hadits 4
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidiin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. At Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan shahih”)
Hadits 5
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ
“Sungguh Allah menghalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya” (HR. Ath Thabrani dalam Al Ausath no.4334. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 54)
Hadits 6
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Aku akan mendahului kalian di al Haudh (telaga). Lalu ditampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku’. Allah berfirman, ‘Engkau tidak tahu (bid’ah) yang mereka ada-adakan sepeninggalmu’ “ (HR. Bukhari no. 6576, 7049)
Dalam riwayat lain dikatakan:
إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى
“(Wahai Rabb), sungguh mereka bagian dari pengikutku. Lalu Allah berfirman, ‘Sungguh engkau tidak tahu bahwa sepeninggalmu mereka telah mengganti ajaranmu”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku sesudahku”(HR. Bukhari no. 7050)
Hadits 7
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
انَّهُ سَيَلِي أَمْرَكُمْ مِنْ بَعْدِي رِجَالٌ يُطْفِئُونَ السُّنَّةَ ، وَيُحْدِثُونَ بِدْعَةً ، وَيُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا ” ، قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، كَيْفَ بِي إِذَا أَدْرَكْتُهُمْ ؟ قَالَ : ” لَيْسَ يَا ابْنَ أُمِّ عَبْدٍ طَاعَةٌ لِمَنْ عَصَى اللَّهَ ” ، قَالَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
“Sungguh diantara perkara yang akan datang pada kalian sepeninggalku nanti, yaitu akan ada orang (pemimpin) yang mematikan sunnah dan membuat bid’ah. Mereka juga mengakhirkan shalat dari waktu sebenarnya’. Ibnu Mas’ud lalu bertanya: ‘apa yang mesti kami perbuat jika kami menemui mereka?’ Nabi bersabda: ‘Wahai anak Adam, tidak ada ketaatan pada orang yang bermaksiat pada Allah’”. Beliau mengatakannya sebanyak 3 kali. (HR. Ahmad no.3659, Ibnu Majah no.2860. Dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah, 2864)
Hadits 8
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهُ مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِي قَدْ أُمِيتَتْ بَعْدِي فَإِنَّ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلَ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا ، وَمَنِ ابْتَدَعَ بِدْعَةَ ضَلَالَةٍ لَا يَرْضَاهَا اللَّهَ وَرَسُولَهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَوْزَارِ النَّاسِ شَيْئًا
“Barangsiapa yang sepeninggalku menghidupkan sebuah sunnah yang aku ajarkan, maka ia akan mendapatkan pahala semisal dengan pahala orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Barangsiapa yang membuat sebuah bid’ah dhalalah yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan dosa semisal dengan dosa orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun” (HR. Tirmidzi no.2677, ia berkata: “Hadits ini hasan”)
Hadits 9
Hadits dari Hudzaifah Ibnul Yaman, ia berkata:
يا رسولَ اللهِ ! إنا كنا بشرٌ . فجاء اللهُ بخيرٍ . فنحن فيه . فهل من وراءِ هذا الخيرِ شرٌّ ؟ قال ( نعم ) قلتُ : هل من وراءِ ذلك الشرِّ خيرٌ ؟ قال ( نعم ) قلتُ : فهل من وراءِ ذلك الخيرِ شرٌّ ؟ قال ( نعم ) قلتُ : كيف ؟ قال ( يكون بعدي أئمةٌ لا يهتدون بهدايَ ، ولا يستنُّون بسُنَّتي . وسيقوم فيهم رجالٌ قلوبُهم قلوبُ الشياطينِ في جُثمانِ إنسٍ ) قال قلتُ : كيف أصنعُ ؟ يا رسولَ اللهِ ! إن أدركت ُذلك ؟ قال ( تسمعُ وتطيع للأميرِ . وإن ضَرَب ظهرَك . وأخذ مالَك . فاسمعْ وأطعْ )
“Wahai Rasulullah, dulu kami orang biasa. Lalu Allah mendatangkan kami kebaikan (berupa Islam), dan kami sekarang berada dalam keislaman. Apakah setelah semua ini akan datang kejelekan? Nabi bersabda: ‘Ya’. Apakah setelah itu akan datang kebaikan? Nabi bersabda: ‘Ya’. Apakah setelah itu akan datang kejelekan? Nabi bersabda: ‘Ya’. Aku bertanya: ‘Apa itu?’. Nabi bersabda: ‘akan datang para pemimpin yang tidak berpegang pada petunjukku dan tidak berpegang pada sunnahku. Akan hidup diantara mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan namun berjasad manusia’. Aku bertanya: ‘Apa yang mesti kami perbuat wahai Rasulullah jika mendapati mereka?’. Nabi bersabda: ‘Tetaplah mendengar dan taat kepada penguasa, walau mereka memukul punggungmu atau mengambil hartamu, tetaplah mendengar dan taat’” (HR. Muslim no.1847)
Arti dari “tidak berpegang pada petunjuk/sunnah Nabi”, artinya ia sampai berpegang pada sunnah-sunnah yang berasal dari selain Allah dan Rasul-Nya, yang ini jelas adalah kebid’ahan. Dan berisiko besar.
Hadits 10
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَوَّلُ مَنْ يُغَيِّرُ سُنَّتِي رَجُلٌ مِنْ بَنِي أُمَيَّةَ
“Orang yang akan pertama kali mengubah-ubah sunnahku berasal dari Bani Umayyaah” (HR. Ibnu Abi Ashim dalam Al Awa’il, no.61, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 1749)
Dalam hadits ini Nabi mengabarkan bahwa akan ada orang yang mengubah-ubah sunnah beliau, dan dia berasal dari keturunan Mu’awiyah bin Abu Sufyan (Bani Umayyaah). Sunnah Nabi yang diubah-ubah ini, adalah kebid’ahan.
Hadist 11
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا ، فَقَالُوا : وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ ؟ قَالَ أَحَدُهُمْ : أَمَّا أَنَا ، فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا ، وَقَالَ آخَرُ : أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلَا أُفْطِرُ ، وَقَالَ آخَرُ : أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَدًا ، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ ، فَقَالَ : ” أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا ، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
“Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan bertanya tentang ibadah Nabi shallallahu’alaihi wasallam. ٍSetelah diberitakan kepada mereka, sepertinya mereka merasa hal itu masih sedikit bagi mereka. Mereka berkata, “Ibadah kita tak ada apa-apanya dibanding Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, bukankah beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan juga yang akan datang?” Salah seorang dari mereka berkata, “Sungguh, aku akan shalat malam selama-lamanya” (tanpa tidur). Kemudian yang lain berkata, “Kalau aku, sungguh aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka”. Dan yang lain lagi berkata, “Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya”. Kemudian datanglah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam kepada mereka seraya bertanya: “Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku” (HR. Bukhari no.5063)
Dalam hadits di atas, ketiga orang tersebut berniat melakukan ‘ibadah yang menurut mereka hebat, puncak keislaaman, keren, diterima Allah, dsb.
Namun ini ditegur Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, dan dinyatakan bahwa mereka justru melakukan kebid’ahan, karena ketiganya tidak pernah diajarkan oleh Nabi. Yakni, dalam hal ini, adalah berpuasa setahun penuh, shalat semalam suntuk setiap hari, dan berkeyakinan bahwa dengan tidak menikah selamanya itu bisa mendatangkan pahala dan keutamaan adalah keyakinan yang bid’ah.
Oleh karena itu Nabi bersabda “Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku“.
Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang membicarakan dan mencela akan perkara, soal Bid’ah ini, namun apa yang dinukilkan di atas kiranya, in syaa Allah, sudah cukup mewakili betapa bahaya dan betapa pentingnya kita untuk menilai kualitas ‘ibadah kita, dan agar sungguh berwaspada dari bid’ah.
Berbahayanya Bid’ah ini adalah tertolaknya “‘ibadah” itu, sementara waktu manusia terbatas.
Berbahayanya Bid’ah bagi si Pembuat, Pencetus Tata Cara Bid’ah ini – adalah dengan sengaja dia membuat suatu cara ber’ibadah.
Padahal yang berhak menentukan tata cara ‘ibadah, hanyalah Allah.
Seakan dia menyamai keagungan Allah, kekuasaan Allah, keperkasaan Allah, kepengaturan Allah, kesombongan Allah, hak Allah. Padahal, siapa dia? Hanya makhluk.
Karenanya lebih baik ‘ibadah yang ikhlas dan benar kualitasnya walaupun sedikit, daripada ‘ibadah yang ikhlas, banyak, namun salah.
Terakhir, sungguh para ‘ulama seluruhnya, kaum Ahlus Sunnah, kaum Al Jama’ah, termasuk tentu juga dari 4 Madzhab Fiqh, yang mereka semuanya mengikuti (ittiba’) akan jalan yang lurus dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, telah menyatakan bahwa yang disebut sebagai Bid’ah itu hanyalah dalam perkara (ritual) ‘ibadah, sebagaimana juga diisyarahkan dalam struktur kata “‘ibadah” dan “bid’ah”.
Jadi jika tertemukan ada kaum yang mencoba mengaburkan ajaran Islaam, Tauhiid, Monoteisme sejak awal jaman yang terang-benderang ini, dengan mengatakan bahwa peringatan perkara peringatan akan Bid’ah adalah mengada-ada, karena ada Bid’ah Hasanah , Bid’ah Sayyi’ah, Bid’ah Makrukah, dsb., bahkan pernyataannya bahwa “kalau segala hal yang baru dianggap Bid’ah, maka Komputer, Internet, Sepeda Motor, Mobil, Kereta Api, Pesawat Terbang, Smartphone, makan menggunakan sendok-garpu, listrik, celana Jean’s, dsb., adalah Bid’ah”, maka sungguh:
Kaum ini karenanya – sayangnya pula – maaf, belum memahami mengenai cakupan dan batasan dari Bid’ah yang membinasakan dan diperingatkan berkali-kali oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam itu.
Atau boleh jadi, sayangnya pula, dia hanya membantahi tanpa ‘ilmu Hikmah (menurut Imam asy-Syafi’i, setiap kata “Hikmah” di Al Qur’aan adalah sama dengan “As Sunnah” dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam) yang cukup, dan/atau juga kiranya karena hasad, kedengkian, kerendahan ‘adab, hawa nafsu, kepanikan, dipengaruhi lingkungannya, kurangnya usaha mendapatkan ‘ilmu syar’i, godaan keduniawian, taqlid (fanatik’ buta akan gurunya atau bahkan ashobiyyah (kebanggaan berlebihan akan) kelompok/organisasinya saja, dsb.
Semoga kita dapat dimasukkanNya menjadi 1 golongan yang dijamin Allah pasti ke Surga (langsung). Dan bukan dimasukkanNya, digolongkanNya, 72 golongan lain yang pasti ke Neraka (atau melalui Neraka dulu, wallahua’lam), na’uudzubillahi min dzaliik. Hadits mengenai adanya 73 golongan dalam Islaam yang semuanya merasa paling benar ini, namun hanya 1 yang selamat, sungguh mashyur.
Semoga kita sah digolongkanNya sebagai Ahlus Sunnah, (wal) Al Jama’ah, yang sejati, bukan hanya yang mengaku-ngaku sebagainya.
Sebagai Al Firqotun Najiyah (yang selamat dari perpecahan ummah).
Sebagai Al Ghurobaa’ (yang dianggap kebanyakan orang adalah aneh, asing, namun justru selamat dan benar di hadapan Allah).
Sebagai Ath Thoifatul Manshuroh (yang sedikit, bahkan terdesak, dizalimi, diperhinakan, namun dimenangkan Allah).
Sungguh, nama-nama “Ahlus Sunnah”, “Al Jama’ah”, “Al Firqotun Najiyah”, “Al Ghurobaa’”, “Ath Thoifatul Manshuroh”, ini ada di hadits-hadits. Sebutan lain bagi Muslim, Mu’miin, Muhsin, yang juga disebutkan di Al Qur’aan dan Al Hadits.
Jangan sampai kita merugi.
Aamiiin. Aamiiin. Aamiiin.
Allah sungguh telah berfirman:
وَاَنَّ هٰذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ ۚ وَلَا تَتَّبِعُوْا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهٖ ؕ ذٰ لِكُمْ وَصّٰٮكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Beliau memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.
(QS. Al-An’aam: Ayat 153)
Alhamdulillaah. Wastaghfirullaah. Wa laa ilaa ha illallaah.
✍️ Ustadz Abu Taqi Mayestino
Join channel kami di:
?telegram: telegram.me/masjidalmuslimun
?website: www.masjidalmuslimun.org
?YouTube: youtube.com/masjidalmuslimu