❓ Pertanyaan
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ustadz, bagaimana hukumnya pemesanan makanan (dlm jumlah tertentu) yang pakai DP. Biasanya orang minta DP padahal barangnya blm ada, bahan2nya juga belum ada. mereka belanja dg uang muka tsb.
kalau barangnya ada satuan harga, kita bisa bayar DP yg diminta dg memisahkan transaksi jadi 2
– barang yg dibayar lunas sebesar DP yg diserahkan
– hutang, sebesar sisanya..
bolehkah disiasati dg cara demikian ustadz, spy transaksinya halal..
lalu bagaimana jika orangnya minta DP utk pemesanan yg tidak bisa dirinci satuan harganya..
afwan, menambahkan,
maksudnya, sebagian transaksi salam, sebagian hutang.
mohon penjelasannya ustadz. syukron
✔️ Jawaban
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Harus dipahami dulu perbedaan :
➖Bai’us Salam / Salaf (Jual beli dg cara pesanan/inden/forward buying) ➡️ Hukumnya boleh
➖Bai’ul Urbun (Jual beli dg cara memberi uang muka/down payment/panjer/porsekot) ➡️ Hukumnya diperselisihkan
➖Bai’ud Dain bid Dain (Jual beli hutang dengan hutang) ➡️ Haram
Saya jelaskan ringkasnya:
Bai’us Salam
Jual beli barang/jasa yg spesifik yg ditunda penyerahannya dalam tempo tertentu dg pembayaran kontan/tunai di awal.
Bai’us salam itu kebalikan dari jual beli kredit. Barang diterima dulu baru bayar belakangan.
Diantara syarat Bai’us Salam itu adalah harus tunai (full payment) di awal. Kalo tdk full, maka bukan akad salam jadinya. Namun Bai’ud Dain bid Dain (Jual beli hutang dg hutang)
Bai’ud Dain bid Dain
Adalah transaksi dimana pembeli berhutang kepada penjual dan penjual juga berhutang kepada pembeli.
Bai’ul Urbun
Yaitu jual beli dengan cara pembeli memberikan uang muka (panjer) sebagai tanda jadi kpd penjual, dimana :
➖Jika terjadi jual beli, maka uang panjer tsb merupakan bagian dari harga.
➖Jika tdk terjadi jual beli (batal), maka uang panjer tsb menjadi hak penjual.
Hukumnya diperselisihkan ulama, namun pendapat yg kuat adalah boleh.
Agar lbh mudah dipahami, kita contohkan :
✅ Ummu Naufal jualan kue. Lalu Ummu Farah bermaksud memesan kue ke Ummu Naufal dalam jumlah yang banyak (misal 100 box), sehingga harus _indent_. Anggap saja harganya per box 10.000 sehingga total harganya 1.000.000.
Transaksi 1 :
Ummu Farah membayar uang 1 juta tunai ke Ummu Naufal, dg kesepakatan kue harus ready pada besok lusa dg spesifikasi kue yg disepakati baik jenis dan jumlah (misal kue pastel isi daging sebanyak 100 biji)
Maka ini disebut dg transaksi salam, hukumnya mubah
Transaksi 2 :
Ummu Farah pesan kue 100 box seharga 1 juta ke Ummu Naufal.
Lalu Ummu Farah memberi uang muka sebesar 200.000 misalnya. Dg perjanjian :
➖Kalo Ummu Farah jadi ambil, maka tinggal bayar kekurangannya, yaitu 800.000
➖Kalo tiba² ga jadi pesan alias batal, maka uang muka tsb menjadi milik Ummu Naufal.
Ini disebut Bai’ul Urbun.
Hukumnya diperselisihkan ulama. Namun yg lbh kuat adalah boleh hukumnya.
Karena yang 200.000 yang diterima Ummu Naufal, akan menjadi kompensasi atas kerugian jika Ummu Farah ga jadi order.
Transaksi 3
Ummu Farah mesan kue sebagaimana di atas, namun tanpa uang muka atau pelunasan di awal. Jadi hanya mesan saja.
Ini disebut dengan Ba’iul Istishna’ yang hukumnya diperselisihkan. Hanafiyah membolehkannya, sedangkan jumhur melarangnya.
Transaksi 4
Ummu Farah mesan kue sebagaimana di atas, namun dibayar dengan cara memberi uang muka 500.000 (tidak penuh), di sini ada khilaf dan perincian :
➖Jika batal, Ummu Naufal mengembalikan uang tsb ke Ummu Farah. Maka ini bukan Bai’ul Urbun. Namun tmsk Bai’ud Dain bid Dain
Karena Ummu Farah berhutang pelunasan pembayaran ke Ummu Naufal, dan Ummu Naufal berhutang kue ke Ummu Farah.
➖Akadnya displit menjadi dua :
1⃣ DP 500.000 tsb dianggap sebagai salam utk kue senilai dengannya (Yaitu 50 box)
2⃣ Sisanya yang 50 box dianggap sebagai al-Wa’du an yuslaf (janji pemesanan) atau istishna
Maka akad seperti ini adalah boleh, wallahu a’lam.
✍️@abu salma
Join channel kami di:
?telegram: telegram.me/masjidalmuslimun
?website: www.masjidalmuslimun.org